NEWSNUSANTARA.COM,TANJUNG REDEB – Sidang mengenai sengketa perjanjian bagi hasil sawit antara Koperasi Da’uyun Tanjung Batu dengan PT. Sentosa Kalimantan Jaya (SKJ) berlanjut pada, Kamis (19/1/2023) di Pengadilan Tanjung Redeb.
Sidang perdata dugaan wanprestasi atau kelalaian dalam pemenuhan janji tersebut, berlangsung pada pukul 11.30 sampai 12.55 Wita di ruang kartika dengan agenda pemeriksaan ahli dari penggugat.
Kuasa Hukum Koperasi Da’uyun Tanjung Batu Syahrudin menyatakan, bahwa ahli hukum perdata dihadirkan dalam persidangan untuk menganalisa sah atau tidaknya perjanjian addendum kerja sama tentang besaran pembagian hasil dari tandan buah segar kelapa sawit yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.
Kata Syahdurin, dari hasil pemeriksaan ahli nantinya bisa menentukan apakah perjanjian tersebut boleh atau tidaknya batal demi hukum atau boleh dibatalkan apabila ada ingkar janji dari salah satu pihak.
“Jadi intinya tadi hanya sebatas membahas tentang sah atau tidaknya perjanjian, kemudian wujud dari wanprestasi itu sendiri dan hak kewajiban,” katanya saat ditemui usai sidang.
Melihat dari fakta persidangan, Syahrudin menilai jika ahli yang dihadirkan seakan terkesan menutup-tutupi, pasalnya pada awalnya ahli menjelaskan tidak punya kompetensi mengeluarkan pendapat mengenai tentang aturan koperasi. Hanya saja, saat pihak penggungat dan tergugat mempertanyakan soal koperasi namun bisa dijawab oleh ahli yang dihadirkan tersebut.
“Akhirnya kan muncul pertanyaan dari pihak majelis, sementara itu saja yang bisa kami sampaikan namun untuk menyimpulkannya kami belum bisa,” tambahnya.
Sebagaimana tuntutan, Syahrudin menjelaskan, addendum yang merupakan satu perjanjian yang telah dari awal disepakati telah dirubah secara sepihak.
Sebagaimana sistem koperasi yang merujuk kepada sistem kepemimpinan yang melibatkan para pihak yang berkepentingan dalam mengeluarkan keputusan atau kebijakan melalui mekanisme yang di tempuh (kolektif kolegial) maka semestianya perubahan addendum dilaksanakan secara bersama-sama.
“Nah, addendum ini tidak melalui rapat anggota terlebih dahulu itulah awal mulanya pengurus baru merasa keberatan, yang wanprestasi katanya koperasi tapi pada faktanya sebenarnya perusahaan lah yang wanprestasi,” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum PT. SKJ Rudi H. Pasaribu menjelaskan, pada prinsipnya gugatan diajukan berawal dari adanya perjanjian dan adenddum yang dibuat pada 15 Agustus 2020 lalu. Melalui persidangan tersebut, pihak perusahaan berupaya untuk membuktikan siapa yang telah melakukan tindakan wanprestasi.
Ada beberapa hal yang telah diupayakan untuk proses pembuktian. Diantaranya, PT. SKJ sebagai penggugat meminta dokumen pengajuan kredit pada bank namun sampai saat ini belum diserahkan oleh pihak koperasi.
Selanjutnya, bentuk wanprestasi yang paling nyata yakni, pada bulan Juli hingga Agustus 2022 terjadi vakum pengelolaan kepengurusan sawit oleh pihak koperasi. Sehingga dalam hal ini, pihak perusahaan merasa dirugikan.
“Itu yang kita anggap menjadi bentuk wanprestasi kepada PT. SKJ,” katanya.
Melalui persidangan juga, beberapa keterangan saksi sudah diberikan oleh PT. SKJ. Mulai dari fakta yang menyatakan bahwa kesepakatan bersama telah ditandatangani, selanjutnya pelaksanaan adenddum tersebut sudah berlangsung selama tiga kali.
“Namun pada adenddum selanjutnya, mereka (Koperasi Da’uyun) tidak mau menerima adenddum tersebut, namun Tergugat tidak pernah memohon pembatalan addendum tersebut ke Pengadilan, sehingga upaya somasi pernah dilakukan namun tetap tidak dilaksanakan juga,” tambahnya.
“Dari keterangan ahli juga sudah jelas jika wanprestasi itu apabila ketika tidak melakukan prestasinya, melakukan prestasi namun tidak sepenuhnya, apa yang telah menjadi unsur-unsur wanprestasi itu telah kami sampaikan dan buktikan,” tandasnya.