NEWSNUSANTARA.COM BALIKPAPAN- Areal rehabilitasi orangutan yang berlokasi di Amborawang Darat, Samboja, dirusak oleh pelaku tambang yang diduga kuat ilegal. Areal tersebut sejak tahun 2000 silam dikelola Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) atau Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo. Perusakan tersebut sudah dilaporkan ke Polsek setempat hingga ditangani Polda Kaltim yang saat ini proses hukum sedang berjalan. Hal tersebut diungkapkan Manajer Program Regional Kalimantan Timur Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo, Aldrianto Priadjati PhD didampingi bagian legal Henny Daud SH, Siti Munawaroh SH dan Darmen Hasugian SH, Senin (7/11) kemarin.
“Kami mengapresiasi aparat Kepolisian dalam hal ini Polsek dan Polda Kaltim yang menangani kasus yang kami laporkan. Kami berharap Polda Kaltim mengusut tuntas pelaku tambang ilegal yang merambah areal rehabilitasi orangutan Samboja Lestari. Kami sangat dirugikan karena mengancam kelestarian areal yang telah berhasil kami hutankan dan rehabilitasi orangutan, ” ujar Aldrianto usai mengikuti rapat pembangunan IKN di hotel Platinum, siang kemarin.
Dia mengatakan sudah menelusuri perusahaan tambang batu bara yang merambah areal rehabilitasi orangutan. Dari hasil penelusuran, pelaku penambang yang diduga ilegal tidak terdaftar sebagai perusahaan tambang yang sah. “Perusahaan tersebut tidak terdaftar di sistem MODI, ESDM, jadi kami yakin itu perusahaan tambang ilegal. Perusahaan ini kemungkinan besar merupakan bagian dari 21 IUP ilegal yang saat ini jadi bahasan utama DPRD Kaltim. Kami juga sangat mengapresiasi DPRD Kaltim dalam pembentukan Pansus untuk menyelidiki kasus ini, ” tegasnya.
Ditanya luasan areal rehabilitasi orangutan, Aldrianto menjelaskan, luas seluruhnya adalah sah dan memiliki legalitas sekitar 1.800 hektare, sedangkan kawasan yang dicaplok tambang batu bara seluas 800 hektare.
“Saat ini ada 125 orangutan titipan BKSDA Kaltim yang kami rehabilitasi, nanti akan kami lepasliarkan di hutan yang aman. Ada juga 72 beruang madu yang dirawat di suaka Samboja Lestari. Seluas 800 hektare yang dirambah, kayu yang kami tanam selama 20 tahun yang lalu dibabat, dikupas dan dirusak, ” terangnya.
Untuk merehabilitasi lahan hutan yang dirusak, ujar Aldrianto, sangat susah dan perlu waktu. “Semua pasti tahu bagaimana kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara. Tanaman ditebangi, top soil dikupas, digali hingga meninggalkan kolam-kolam air. Air asam yang nantinya beracun berbahaya bagi kehidupan. Tanah yang dilewati kendaraan berat menjadi padat susah untuk ditanami, ” paparnya.
Karena itulah, imbuhnya, diperlukan kerja sama dan kepedulian semua pihak untuk merehabilitasi hutan yang rusak karena tambang.
Terkait dengan penambangan batu bara di areal rehabilitasi orangutan, dari Legal BOSF Henny Daud menambahkan, pihaknya sudah bersurat ke Gubernur Kaltim Isran Noor namun sampai saat ini belum ada tanggapan. Selanjutnya Aldrianto bersama Legal BOSF akan menemui Ketua Pansus DPRD Kaltim Safruddin untuk mengawal kasus tambang ilegal di areal rehabilitasi orangutan oleh penambang liar. “Kami sangat dirugikan. Kami akan kawal kasus ini agar semua pelaku diusut tuntas dan mendapatkan hukuman setimpal, ” tegas Henny.(nyo/sar)