IJTI Kaltara Mengecam Pengiriman Paket Bangkai Tikus dan Sebelumnya Kepala Babi Kantor Redaksi Tempo

Senin, 24 Maret 2025 11:03 WITA

NEWSNUSANTARA.COM, TARAKAN – Kebebasan pers di Indonesia kian memburuk dalam dua tahun terakhir seiring meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis, menurut Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).

Data IJTI mencatat terdapat 101 kasus kekerasan pada 2023 dan 73 kasus setahun sesudahnya.

Ketua IJTI Kaltara, Usman Coddang, menyatakan setiap perkara yang masuk ke lembaganya pasti dilaporkan ke kepolisian, namun mayoritas pelakunya tak tertangkap.

Selain jumlahnya masih tinggi, menurut Usman, bentuk kekerasannya mengkhawatirkan mulai dari pelemparan bom molotov ke kantor redaksi media Jubi, pembunuhan terhadap wartawan Rico Sempurna Pasaribu, hingga yang terbaru mengirimkan kepala babi ke jurnalis Tempo.

Baca Juga  Dinas PU Bina Marga Kabupaten Malang Anggarkan Biaya Rp 7 Miliar Perbaikan JALIBAR

“Jadi bisa saya bilang kebebasan pers di era reformasi enggak jauh lebih baik dari era Orde Baru,” tegas Usman.

Usman menilai “adanya teror kepala babi ini membuat kebebasan pers di Indonesia kian memburuk sejak dua tahun terakhir seiring meningkatnya kasus kekerasan terhadap jurnalis,” ujar Usman

Sementara itu di Jakarta Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, meminta pers nasional tidak takut terhadap berbagai model ancaman dan tetap menjalankan tugasnya secara profesional.

Baca Juga  Jenderal TNI Andika Perkasa Tinjau Latihan SGS Tahun 2022 di Kodam VI/ Mulawarman

Begitu pula perusahaan pers diharapkan bertanggung jawab atas keselamatan dan perlindungan para jurnalisnya dalam bekerja.

Sebab sampai sekarang, kata Ninik, belum ada satupun mekanisme dari negara yang memberikan perlindungan kepada kerja-kerja jurnalis sebagai human rights defender.

Menurut Ninik, penurunan angka Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) sekaligus memperlihatkan “bahwa kondisi pers nasional tidak sedang baik-baik saja”, kata Nanik.

Padahal, jelas Ninik, kemerdekaan pers adalah salah satu wujud berdaulat rakyat yang dijamin dalam Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Baca Juga  Begini kata kepala ESDM Papua Barat soal galian

Ia lantas menerangkan bahwa wartawan dan media massa bisa saja dalam menjalankan tugasnya melakukan kesalahan.

Tetapi, melakukan teror terhadap jurnalis, baginya, adalah perbuatan yang tidak berperikemanusiaan.

“Tindakan itu sekaligus melanggar hak asasi manusia memperoleh informasi,” ujarnya di Gedung Dewan Pers.

Ninik pun berharap kepolisian mengusut tuntas pelaku teror ini. “Sebab jika dibiarkan maka ancaman serta teror serupa akan terus saja berulang,” tutup Ninik. (*)

Bagikan:
Berita Terkait