
NEWSNUSANTARA.COM, BERAU – Melihat fenomena maraknya tambang ilegal yang merebak luas di wilayah Kalimantan Timur sudah sejak lama menjadi perhatian lembaga Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APPRI).
Pasalnya, kebanyakan pengusaha kecil yang selalu “dikambing hitamkan” terkait aktivitas illegal mining tersebut. Itu tidak terlepas dari kurangnya pemahanan mengenai administrasi izin dan perhatian serius dari pemerintah daerah.
Ditemui saat berkunjung ke Berau, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APPRI) Kaltim Rudi Prianto mengatakan, Izin Pertambangan Rakyat (IPR) sejatinya sudah dituangkan dalam keputusan menteri (Kepmen) ESDM Nomor 301 tentang pengelolaan mineral dan batubara nasional tahun 2022-2027.
“Bahwa pertambangan rakyat itu sebenarnya bisa,” katanya, Sabtu (6/1/2024).

Hanya saja menurut dia, masyarakat kerap terkendala dengan wilayah yang kebanyakan sudah memiliki perjanjian karya pengusahaan pertambangan Batubara (PKP2B) yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar. Belum lagi hambatan mengenai izin yang diambil alih pemerintah pusat.
Sebagai pemerhati, Rudi merasa miris apabila tambang-tambang rakyat masih harus sembunyi-sembunyi alias “kucing-kucingan” dengan aparat penegak hukum saat akan memulai produksi. Dirinya berkeyakinan apabila tambang yang dikelola oleh rakyat diberi ruang dengan benar maka dampak positif yang bisa diperoleh adalah pendapatan asli daerah melalui sektor pajak pertambangan untuk kemajuan daerah.
“Karena illegal mining itu sendiri memberi dampak negatif pengusaha-pengusaha kecil, sebab ada peluang pungli aparat-aparat penegak hukum, daripada dia mencuri dan diback up oleh oknum-oknum tertentu mending kan kita bina biar tertata secara administrasi dan terarah juga pembayaran pajaknya,” ujarnya.
“Nah itu harus yang saya suarakan ke pemerintah, bagaimana pemerintah itu mengerti tambang-tambang yang ada itu, IPR-IPR itu diberi ruang,” tambahnya.
Rudi tak menepis jika bisnis pertambangan memang menggiurkan. Oleh karena itu, banyak cara-cara licik dimainkan oleh para cukong untuk saling bekerjasama menghalalkan segala cara meraup keuntungan dengan mengambil kesempatan tambang masyarakat yang kerap tidak mengantongi izin.
“Mereka bisa melegalkan dengan melobi ke sistem, melobi ke sistem begini, dari MODI nya (aplikasi yang dikembangkan untuk membantu mengelola data perusahaan mineral dan batubara di lingkungan Dirjen Mineral dan Batubara) serta IUP OP yang dimiliki, digunakan untuk menyelimuti tambang-tambang illegal itu,” jelasnya.
Dirinya memberi contoh, aktivitas koridor yang sudah menjamur di Berau. Rudi menyebut salah satu nama perusahaan pertambangan batu bara yang berizin namun masih mengumpulkan hasil koridor dari pengusaha kecil. Cara yang seperti itu menurut dia yang kemudian membuka peluang semakin maraknya pertambangan batu bara ilegal.
“Jadi tidak bisa dikambinghitamkan, disalahkan masyarakat yang kerja koridoran karena ada kesempatan, ada peluang. Karena apa? Tuntutan perut,” pungkas orang yang juga Ketua Koperasi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Tani Makmur Sejahtera Kaltim itu. (/*)