NEWSNUSANTARA.COM,BERAU-Manajemen PT Supra Bara Energi (SBE) membantah tudingan masyarakat yang disampaikan Kelompok Bakhtiar, mengenai klaim lahan seluas sekitar 60 hektare di lokasi tambang PT SBE, yang belum tuntas proses pembebasan lahannya.
Dijelaskan Kuasa Hukum PT SBE Perry Cornelius Sitohang, klaim lahan yang dibawa kelompok Bakhtiar ke DPRD Berau, sebenarnya bukanlah persoalan baru. Karena sudah muncul sejak 2015 lalu. Bahkan saat itu, ujar Perry, kelompok Bakhtiar telah membawa persoalan tersebut ke aparat kepolisian dan juga melaporkannya ke Ombudsman RI. Namun faktanya, baik dari aparat kepolisian maupun Ombudsman RI, tidak ada satupun yang menyatakan PT SBE melakukan perbuatan melawan hukum. “Baik itu penyerobotan lahan, ataupun tindakan perusakan atau perbuatan yang merugikan lainnya, sebagaimana yang diklaim atau dituduhkan,” katanya dalam rilis yang diterima newsnusantara.com, Sabtu (19/2).
Diungkapkannya, sejak 2015 silam, pihaknya sudah melakukan pembebasan lahan seluas 200 hektare, yang didalamnya termasuk lahan yang diklaim kelompok Bakhtiar. Pembebasan lahan saat itu, turut difasilitasi aparat Polsek Teluk Bayur. Diungkapkannya, dalam proses pembebasan lahan seluas 200 hektare tersebut, terdapat 700 surat tanah garapan yang menjadi dasarnya. “Sebenarnya kalau logikanya, kalau satu surat untuk 2 hektare, harusnya 100 surat saja yang kami bayar. Tapi saat itu, supaya kondusif, perusahaan membayar semuanya, 700 surat itu,” jelasnya.
Dalam pembebasan lahan tersebut, kelompok Bakhtiar juga sudah menunjukkan batas-batas lahan yang diklaim mereka. “Tapi sudah kami buktikan, bahwa lahan yang diklaim mereka sudah kami bebaskan dan dilakukan penggantian hak. Bahkan juga diperoleh fakta bahwa di lahan yang diklaim itu, dalam dokumen RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) PT SBE dan dokumen Amdal, lahan tersebut merupakan milik PT SBE,” terang dia.
“Tapi anehnya, sekarang ini ada kelompok yang mengklaim bahwa dari 200 hektare lahan di lokasi PT SBE, ada 60 hektare lahan mereka. Itu yang aneh, sangat mengada-ada,” sambungnya.
Pihaknya, lanjut dia, siap untuk memberikan bukti dokumen lahan yang diklaim masyarakat tersebut berada di kawasan milik PT SBE. “Tapi kalau memang masyarakat merasa punya bukti juga, silakan saja gugat ke pengadilan. Biar pengadilan yang membuktikan, mana yang menurut hukum telah menjadi haknya,” katanya.
Penyelesaian persoalan klaim lahan di pengadilan, lanjut dia, merupakan bentuk itikad baik perusahaan kepada kelompok masyarakat. “Karena yang bisa menentukan mana yang sah dan berhak atas lahan itu, ya pengadilan,” terang Perry.
Jika pihak pengadilan menyatakan lahan yang diklaim kelompok masyarakat memiliki keabsahan, maka pihaknya siap memberikan hak pembebasan atas lahan tersebut. “Kalau memang di pengadilan kami yang salah, perusahaan siap membayar untuk pembebasan lahannya,” katanya.
Terkait hasil rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Berau mengenai persoalan tersebut, Perry meminta kepada jajaran Komisi II DPRD Berau untuk mempertimbangkan kembali rencana kunjungan lapangan untuk melihat batas-batas lahan yang diklaim kelompok masyarakat. Sebab lahan yang diklaim tersebut berada di dalam wilayah operasi tambang PT SBE, yang dialokasikan sebagai disposal area atau area tempat menampung material tanah penutup dari tambang.
Pihaknya juga tidak bisa serta-merta menghentikan kegiatan pembuangan material penutup saat kunjungan dilaksanakan, sehingga sangat berisiko tinggi bagi keselamatan dan kesehatan manusia. “Makanya perlu kami sampaikan untuk dipertimbangkan kembali, demi mengedepankan aspek keselamatan penambangan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komisi II DPRD Berau menggelar RDP terkait permasalahan lahan Kelompok Bakhtiar dengan PT SBE.
RDP tersebut dipimpin langsung Ketua Komisi II DPRD Berau, Atilaganardi, dihadiri anggota Komisi II DPRD Berau, Kepala DLHK Berau Sujadi, Kepala Dinas Pertanahan Suprianto, BPN, dan perwakilan PT SBE serta kelompok tani.
Kesimpulan dari RDP tersebut, ujar Atilaganardi, akan dilakukan peninjauan lapangan oleh Komisi II bersama DLHK, Dinas Pertanahan, pihak kelurahan dan kelompok Bakhtiar pada hari ini (21/2).
“Kita akan turun mengecek langsung, tujuannya untuk mengetahui patok sesuai dengan legalitas yang dimiliki kelompok tani dan PT SBE juga bisa membawa legalitas mereka yang katanya sudah dibebaskan. Sehingga kita bisa simpulkan kebenaran dari permasalahan ini,” ujar Atilagarnadi. *Tim Liputan *