NEWSNUSANTARA.COM,TANJUNG REDEB – Sekretaris Komisi III DPRD Berau, Abdul Waris, menekankan pentingnya penggunaan Dana Bagi Hasil dan Dana Reboisasi (DBHDR) di wilayah-wilayah yang masih memiliki banyak hutan. Beberapa wilayah yang disorot adalah pesisir selatan Berau, Segah, Kecamatan Kelay, serta wilayah-wilayah dengan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Berau.
Namun, sangat disayangkan bahwa kegiatan yang menggunakan DBHDR jarang dilaksanakan di wilayah-wilayah tersebut. Dan ketika ada kegiatan, jumlahnya sangat terbatas.
“DBHDR merupakan dana hasil dari pengelolaan hutan, oleh karena itu perlu didiskusikan di DPRD,” ujar Abdul Waris.
Abdul Waris juga mengungkapkan bahwa dana DBHDR sekitar Rp 70 miliar, namun penggunaannya tidak pernah melibatkan DPRD. Penggunaan dana tersebut ditentukan melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang mengubah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Abdul Waris sangat prihatin jika kegiatan yang menggunakan dana DBHDR terus dilakukan di dalam kota. Ia menekankan pentingnya alokasi dana tersebut di wilayah-wilayah yang mengalami deforestasi.
“Tujuan utama kita adalah untuk mengembalikan fungsi hutan. Mengapa semua proyek hanya dilaksanakan di dalam kota? Apa alasan di balik proyek-proyek ini? Ini adalah pertanyaan yang harus kita tanyakan,” jelasnya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan diskusi dengan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Berau. Diskusi tersebut bertujuan untuk mencapai transparansi dan memberikan masukan bahwa dana DBHDR seharusnya disebarluaskan, terutama di wilayah-wilayah yang mengalami pembabatan hutan.
“Sebagai contoh, wilayah daerah pemilihan III, daerah pemilihan saya. Kami merasa dirugikan karena banyak perusahaan di sektor kehutanan, namun jarang mendapatkan kegiatan yang menggunakan dana DBHDR,” ungkapnya.
Abdul Waris juga heran mengapa penggunaan DBHDR selalu melalui Perkada. Padahal, APBD sudah disahkan dan dana DBHDR seharusnya telah dimasukkan dalam perencanaan APBD.
Namun, jika dana tersebut tiba-tiba muncul bersamaan dengan penetapan APBD, maka menjadi kewenangan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan kepala daerah.
“Umumnya, penggunaan Perkada adalah untuk dana yang muncul di tengah jalan agar tidak terbuang percuma. Sementara dana DBHDR sudah pasti masuk dalam perencanaan APBD,” jelasnya.
Berdasarkan temuan Abdul Waris di lapangan beberapa waktu lalu, kegiatan proyek DBHDR di dalam kota tidak memberikan dampak maksimal dalam mendukung kawasan hutan.
“Ini baru satu proyek. Bagaimana dengan semua paket yang dikerjakan pada tahun 2022? Apakah semuanya telah memenuhi fungsi mendukung kawasan hutan? Sayangnya, kami tidak mengetahuinya karena tidak pernah didiskusikan di DPRD,” pungkasnya. (/ADV)
Reporter:Miko//Editor:Edy